Minggu, 13 Mei 2012

Kalo bisa dipersulit kenapa dipermudah?

Terisnpirasi dari sulitnya birokrasi yang ada di fakultas.
 lama banget gak posting, hutang postinganku bejubel,
maklum banyak kegiatan... mau curhat aja...
Waaah jangan kaya gini mas!
Loh? Gak bisa mas?
Ini kurang huruf ‘n’ mas?
Ini stempelnya gak jelas mas?
Ooh, ke sana aja mas??
Waaah, kalo ini bukan ke saya mas???
Ini . . . . .bla . . .bla . . . .bla. . . . .tiiiiiiiiiiiiiiittt____________
Mungkin hal tersebut sudah biasa terlontar dari sistem birokrasi kampus di Indonesia. Banyak sesuatu yang mestinya mudah, ringan, dan bisa selesai pada saat itu juga, tetapi dengan adanya kesulitan – kesulitan tersebut menjadikan semua bisa dilakukan diluar target perencanaan waktu yang sudah ditentukan.

Entah mengapa, pepatah ‘kalo bisa dipermudah, kenapa tidak dipersulit’ itu , melekat dan diamalkan secara baik oleh tatanan pemerintahan negara di indonesia dari atasan sampai bawahan, dan tidak mau kalah juga dengan tatanan pemerintahan kampus, khususnya di fakultas – fakultas. Memang tidak semua melakukan itu, akan tetapi 5 dari 7 mengamalkan istilah itu dengan baik. Tak ayal, mengapa para mahasiswa di kampus itu enggan berhubungan dengan pemerintahan yang ada di kampus atau difakultas. Hal ini juga membawa dampak psikologis terhadap mahasiswa, menjadikan mindset terhadap tatanan birokrasi kampus yang teramat sulit.
Lalu,yang menjadi buah pertanyaan dibenak para calon pustakawan juga, apakah nanti saya akan seperti itu?
Banyak yang sudah terjadi, dan fakta membuktikan banyak juga  pustakawan – pustakawan univ ataupun fakultas yang melakukan hal serupa. Seperti pemustaka datang keperpustakaan, niat awalnya ingin mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, tetapi ketika saya (Pengalaman pribadi) menanyakan sesuatu hal yang dicari, ternyata itu semua malah menjadi sulit dan membingungkan. Harus ini, itu, coba tanya yang lain, coba tanya kesana, menunjuk – nunjuk sambil berkata “disana loh mas!” seakan tidak mau beranjak dari singgasana dan berjalan menuju sumber yang dicari. Mungkin bukan birokrasi perizinan yang dipersulit disini, karena memang perpustakaan tempat mencari informasi, bukan tempat untuk mencari izin. Akan tetapi, mengapa kita mencari informasi diperpustakaan yang tadinya mudah menjadi ribet, dan sudah sulit malah dibingungkan. Akibatnya banyak pemustaka yang kapok dan mengambil kesimpulan, ‘ah nyari buku di perpustakaan ribet’.
Disadari atau tidak, memang tidak semua kesalahan dilakukan oleh sang spesialis informasi yaitu pustakawan, akan tetapi pemustaka yang rewel dan biasanya suka melanggar tata tertib diperpustakaan juga memicu adanya tindakan seperti ini.
Untuk itu, ketegasan yang harus dimiliki oleh perpustakaan dan psikologi yang ada untuk pemustaka harus secara rutin di evaluasi. Salah satu hal yang mampu menjadi senjatanya perpustakaan adalah pelayanannya, bagaimana pemustaka betah diperpustakaan, bagaimana pemustaka mencari informasi dengan mudah dan yang terlihat mengalami kesulitan maka Quick Respon harus dilakukan oleh seorang pustakawan.
Birokrasi kampus memang diakui sangat sulit, dan memang sepertinya dipersulit. Dan cukup sudah, cukup berhenti disana, perpustakaan jangan mencoba melakukan sesuatu hal yang sama, atau kalau tetap nekat melakukannya, maka rangking reputasi perpustakaan pastinya kembali turun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar