Minggu, 13 Mei 2012

Perpustakaan dan TBM, Versus or Featuring???

Berkembangnya teknologi Informasi membawa berbagai dampak tersendiri bagi segala lapisan masyarakat di Indonesia. Beriringan dengan itu, perkembangan pola fikir masyarakat terhadap dunia pengetahuan dan pendidikanpun ikut bertambah. Bukan hanya melek huruf saja, akan tetapi sudah merambah kedalam dunia melek informasi. Walau belum membuahkan hasil yang fantastis, namun sedikit demi sedikit rating minat baca di Indonesia perlahan merangkak naik. Hal ini tentunya tidak serta merta ada begitu saja, akan tetapi didukung oleh banyak tokoh untuk mengajak dan menumbuhkembangkan budaya baca di Indonesia. Salah satu pendukungnya adalah perpustakaan. Perpustakaan sebagai lembaga resmi tentunya selain menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, juga mempunyai peranan dalam hal pengembangan minat baca. Akan tetapi, usaha yang dilakukan perpustakaan seringkali mengalami banyak benturan.
Ditengah pembenahan yang dilakukan oleh perpustakaan, disisi lain hadir sebuah kelompok dan perseorangan yang memang datang dari suatu keinginan dan bukan keterpaksaan, mempunyai tujuan dan maksud yang hampir sama dengan perpustakaan. TBM atau Taman Baca Masyarakat merupakan suatu tempat yang didalamnya tersedia berbagai macam bacaan yang dikonsumsi oleh masyarakat secara umum baik anak – anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut, dan memang hampir sama dengan perpustakaan umum atau perpustakaan masyarakat.
Bila dilihat dari fungsinya, perpustakaan dan TBM memang sama, lalu adakah titik pembeda diantara keduanya? Apabila perpustakaan sudah ada, kenapa juga ada TBM? Apakah lebih baik mereka bersatu supaya didalam perpustakaan lebih berwarna? Dan apakah dengan adanya TBM keeksistensian perpustakaan akan menurun?
Untuk mejawab pertanyaan – pertanyaan diatas kita harus mengetahui apakah itu perpustakaan dan TBM.  Banyak orang yang mengartikan TBM adalah perpustakaan dan tidak sedikit juga mereka salah memahami dan sulit membedakan diantara keduanya. Sebenarnya dilihat dari segi penampilannya juga memang tidak jauh berbeda. Hanya saja TBM memang lebih berfariasi dibanding perpustakaan. Kita mungkin sudah mengetahui, dalam suatu perpustakaan sering diberlakukan peraturan – peraturan dan prosedural yang harus dilakukan. Karena memang perpustakaan sendiri merupakan suatu instansi resmi dari pemerintah yang ada anggarannya secara khusus. Berbeda dengan TBM, menurut Gola Gong ketua Umum Forum Taman Baca Masyarakat seluruh Indonesia dalam acara seminar yang dilakukan di yogyakarta, beliau menyampaikan TBM adalah suatu lembaga non formal in formal, dikelola dengan dana swadaya dan biasanya tidak diberlakukan peraturan – peraturan khusus seperti diperpustakaan. Sebagai contoh mungkin untuk masuk ke perpustakaan harus dalam keadaan rapih, sopan, formal, tidak boleh berisik dan tidak sedikit perpustakaan yang terkesan kaku. Lain halnya dengan TBM, lembaga ini memang bisa dikatakan adalah lembaga swasta, karena penanganannya tidak harus dilakukan oleh pegawai negeri atau seseorang yang ahli dalam bidang perpustakaan, siapapun yang mau bisa mendirikan dan mengelola TBM. Tidak banyak peraturan yang diberlakukan dan memang terkesan longgar, siapapun tanpa terkecuali dapat mengakses bahan pustaka dalam keadaan apapun, baik memakai sepatu, sandal, bahkan tidak memakai alas kaki sekalipun tidak menjadi masalah. TBM memang terkesan lebih merakyat dan lebih dekat dengan masyarakat dibanding dengan perpustakaan.
Baik TBM maupun Perpustakaan pasti keduanya mempunyai segi positif fan negatif. TBM memang terkesan merakyat, akan tetapi tidak bakunya sistem yang diterapkan dapat memungkinkan hal buruk terjadi. Masyarakat dalam TBM memang bebas mengakses Informasi yang diinginkannya, akan tetapi dikarenakan TBM seringkali tidak ditangani dengan benar, maka kejadian seperti kehilangan koleksi, sulitnya sistem temu kembali informasi, tidak adanya prosedur yang jelas didalam TBM menjadikan hal – hal yang sulit untuk dihindari. Perpustakaan memang banyak yang menafsirkan tempat  yang kaku, walaupun sebenarnya tidak semua perpustakaan seperti itu, namun sistem yang diberlakukan didalam perpustakaan memang menjamin akan keselamatan koleksi perpustakaan, temu kembali informasi yang cepat, serta prosedur yang jelas, dan kesemuanya itu menjadi kelebihan dari perpustakaan. Karena perpustakaan sendiri lebih banyak kepada penyediaan untuk lembaga formal dan penelitian, berbeda dengan TBM yang lebih banyak begerak dalam pemberdayaan masyarakat dan memperkenalkan masyarakat terhadap bahan bacaan serta menumbuhkan minat baca masyarakat. Untuk itu, dengan pernyataan ini, maka dapat menjawab permasalahan yang terjadi diatas. Perpustakaan harus ada dan TBM pun wajib diselenggarakan, karena memang keduanya mempunyai peranan yang sama namun ranahnya yang agak berbeda. Apabila keduanya eksis maka sekian puluh juta masyarakat Indonesia akan mengalami kemajuan karena tersedianya berbagai macam akses pengetahuan yang mudah didapatkan.
Menyinggung permasalahan penggabungan TBM dan Perpustakaan, seringkali tidak menemukan titik temu. Lembaga berbeda, pastinya menghasilkan kebijakan berbeda. Tidak serta merta dapat digabungkan begitu saja. Terutama di Indonesia sendiri yang terkenal dengan birokrasi yang dipersulit akan menambah kesulitan yang dihadapi apabila kedua lembaga ini disatukan. TBM dan Perpustakaan walaupun tujuannya sama, akan tetapi mempunyai sistem yang berbeda. Dengan demikian penyatuan instansi bukan merupakan hal yang harus dilakukan, karena seringkali didalamnya termuat hal – hal yang sifatnya politis dan menguntungkan satu pihak saja bahkan dijadikan sebagai pemanfaatan untuk kepentingan pribadi.
Keeksistensian Perpustakaan harusnya lebih menguat dengan adanya TBM. Bagaimana tidak, TBM didalam lingkup masyarakat yang kecil sudah mampu mengenalkan masyarakat terhadap bahan bacaan yang masyarakat awam mengidentikkan TBM sebagai suatu perpustakaan. Dengan demikian tinggal bagaimana perpustakaan lebih menarik simpati masyarakat secara luas untuk menggunakan fasilitas yang disediakannya. Akan lebih efektif bila terjalin suatu kerjasama yang erat antar perpustakaan umum atau perpustakaan formal lainnya dengan Taman Baca Masyarakat, sehingga apa yang dibutuhkan masyarakat akan terpenuhi dengan adanya sistem kerjasama ini. Apabila suatu TBM tidak mempunyai koleksi yang dibutuhkan masyarakat maka akan dirujuk kepada perpustakaan yang biasanya memang memuat informasi yang lebih banyak. Hal ini dapat dianalogikan dengan suatu puskesmas, apabila ia menemui pasien yang tidak bisa diobati, maka akan dirujuk kepada rumah sakit yang lebih besar dan lengkap pengobatannya.
Tentunya TBM dan Perpustakaan merupakan lembaga yang berbeda dan seharusnya saling melengkapi satu sama lain. Adapun perbedaan hanya untuk memberikan warna diantara keduanya. Perpustakaan hendaknya lebih memasyarkat dan layanan yang diberikan kepada pemustaka bukan hanya layanan prima, akan tetapi layanan ikhlas. Banyak TBM yang lebih eksis, karena pelayanan yang dilakukannya didasari dengan keikhlasan dan rasa keterpanggilan, bukan tugas. Sepatutnya hal yang demikianpun dapat ditumbuhkan diperpustakaan. Adapun mengenai sistem teknis TBM memang perlu banyak berdiskusi dan meminta saran serta kerjasama dari perpustakaan untuk dapat menerapkan sistem yang lebih baik, walaupun tidak sama dengan perpustakaan yang harus sesuai dengan peraturan – peraturan yang berlaku. Peran serta mahasiswa khususnya dalam bidang perpustakaanpun harus digalakkan. Karena mau tidak mau mereka semua akan berhadapan dengan dunia seperti ini. keilmuan yang sudah diperolah, dapat diterapakan di TBM – TBM yang membutuhkan SDM sebagai bekal dalam karir mereka didalam dunia kepustakawanan yang sesungguhnya.

2 komentar:

  1. bermanfaat kak, di perpus UIN ada referensi tentang perpustakaan keliling atau tbm keliling egk kak? untuk pedoman gitu
    atau buku tentang pedoman-pedoman perpustakaan keliling

    BalasHapus
  2. coba langsung dikroscek aja di http://opac.uin-suka.ac.id
    udah bnayk juga pedoman di dumay, coba di ggogling aja.. :)

    BalasHapus