Sabtu, 16 Juli 2011

ANALISIS SUBJEK


PENGGUNAAN BAHASA INDEKS DALAM KATALOG ONLINE SEBAGAI SARANA TEMU KEMBALI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN

Abstrak
Bahasa merupakan suatu hal yang penting dalam setiap aspek kehidupan. Dengan bahasa kita akan mengetahui banyak informasi yang dibutuhkan. Seiring berkembangnya jaman, maka perkembangan bahasa pun ikut berkembang, sehingga muncullah istilah-istilah baru dalam konteks bahasa dan dalam dunia perpustakaan sendiri dikenal adanya bahasa Indeks, bahasa Ilmiah, dan istilah-istilah lainnya. Dalam ruang lingkup perpustakaan, bahasa dijadikan kunci utama dalam unsur temu kembali informasi diperpustakaan. Temu kembali informasi sangat dibutuhkan oleh perpustakaan, dengan memprioritaskan Ketepatan dan hasil yang diperoleh dalam temu kembali informasi. Dengan demikian fungsi dan optimalisasi peran perpustakaan sebagai penyedia informasi dapat di maksimalkan. Sehingga diharapkan dengan adanya temu kembali informasi di perpustakaan menimbulkan kepuasan sendiri terhadap para pemakai atau pemustaka dalam kebutuhannya untuk memperoleh informasi dengan cepat dan dapat mengefesienkan waktu. Disinipun perlu adanya evaluasi sarana temu kembali informasi di perpustakaan, agar sarana tersebut dapat dijadikan patokan awal oleh pemustaka dalam pemanfaatan bahan pustaka diperpustakaan. sarana – sarana tersebut dapat berupa Katalog,Bibliografi, dan sebagainya yang mempunyai tujuan sama, yaitu sebagai alat bantu dalam kegiatan temu kembali informasi di perpustakaan.
Kata Kunci : Evaluasi Sarana Temu Kembali Informasi, Bahasa Indeks, Bahasa Ilmiah, Katalog, Bibliografi.
***

I. PENDAHULUAN
Perpustakaan selalu mengolah terlebih dahulu bahan pustaka atau dokumen yang akan menjadi koleksinya. Pengolahan yang dilakukan bertujuan agar semua dokumen yang ada dalam perpustakaan dapat ditemu kembali oleh pemakai. Untuk pengolahan dokumen, perpustakaan melakukan kegiatan yang disebut dengan pengindeksan. Tujuan pengindeksan adalah untuk menghasilkan representasi atau gambaran dari dokumen. Dengan melihat representasi dokumen ini, diharapkan pemakai memiliki gambaran isi maupun fisik mengenai dokumen tersebut bahkan seakan-akan langsung melihat dokumen itu sendiri. Pengindeksan masih terbagi menjadi beberapa kegiatan, yaitu pengkatalogan, pengindeksan subyek, pengabstrakan, analisis dan sejenisnya (Arief Wicaksono,2008:3). Hasil akhir dari pengkatalogan adalah deskripsi bibliografi dari dokumen yang bersangkutan. Seperti judul, pengarang atau penanggung jawab, edisi, penerbit, tahun dan tempat terbit, ISBN dan lain sebagainya. Abstrak sebagai hasil dari pengabstrakan dapat dimasukkan ke dalam deskripsi bibliografi, demikian pula analisis (Arief Wicaksono,2008:3). Kegiatan lain adalah pengindeksan subyek yang menghasilkan subyek dari dokumen. Pengindeksan subyek secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu pengindeksan pralaras dan pengindeksan pascalaras (Chowdury,1999 : 69). Kedua jenis pengindeksan subyek ini sama-sama terbagi menjadi dua tahap kegiatan yaitu analisis konseptual dan penerjemahan (Lancaster, 1986 : 3). Dokumen, pada tahap analisis konseptual, dibedah untuk mengetahui subyek dari dokumen tersebut. Tahap selanjutnya adalah penerjemahan analisis konseptual dokumen tersebut ke dalam kosa kata tertentu. Pada tahap penerjemahan ini banyak perpustakaan yang menggunakan bahasa Indeks untuk menjaga kekonsistenan penggunaan istilah. Terdapat tiga jenis sistem pada bahasa Indeks yaitu :
1. Daftar Tajuk Subjek
Daftar sejumlah istilah atau kata-kata dengan memberikan acuan atau penunjukkan, seperti istilah ‘see’ atau lihat [x], dan ‘see also’ atau ‘Lihat Juga’[xx]. (Sri Rohyanti,2010 : 21)


2. Tesaurus
Daftar kosakata atau istilah dengan menyebutkan hubungan-hubungannya dengan menggunakan istilah Used For, Nerrower Term, Broader Term, Related Term, dan lain sebagainya.(Mahmudin, 2005 : 10)
3. Skema Klasifikasi
Bahasa indeks yang istilah-istilahnya disusun berkelas yang diberi kode atau lambang tertentu. adakalanya kode/lambing (notasi) terdiri dari huruf atau angka saja, atau gabungan dari huruf dan angka. (Sri Rohyanti,2010 : 22) Skema klasifikasi terdiri dari bagan, tabel dan indeks.

II. RUMUSAN MASALAH
Setelah mengetahui subjek dari kegiatan pengindeksan, maka kemudian menerjemahkan kedalam bahasa indeks dari bahasa alamiah atau disebut dengan deskripsi indeks (SrI Rohyanti, 2010 : 14) yang nantinya akan melahirkan deskripsi bibliografi suatu koleksi yang akan digunakan oleh pemustaka atau pengguna. Dibuatnya susunan-susunan deskripsi bibliografi untuk memudahkan bagi user dalam menemukan kembali informasi yang ada diperpustakaan. Sehingga dapat menghemat waktu pemustaka dalam mencari informasi atau kebutuhannya diperpustakaan. Sarana temu kembali informasi sangat menentukan keberhasilan dalam menjawab pertanyaan dan memenuhi kebutuhan informasi pengguna (vivit wardah,2009 : 18). Sarana untuk membantu pemustaka dalam kegiatan temu kembali informasi dapat berbentuk katalog atau bibliografi, OPAC, abstrak, dan sejenisnya. Dalam hal ini muncul beberapa permasalahan bagi para user untuk menggunakan sarana pembantu tersebut. Penulis telah merangkum dari beberapa problematika yang dialami oleh user dalam hal pemanfaatan sarana temu kembali informasi di perpustakaan dengan rumusan sebagai berikut :
a. Apakah user sering menggunakan STKI (Sarana Temu Kembali Informasi) di Perpustakaan?
b. Kendala apa yang dihadapi ketika mencari informasi keberadaan koleksi melalui STKI?
c. Bagaimana pendapat user akan sarana temu kembali informasi yang ada diperpustakaan?
Untuk menjawab dan mengevaluasi sarana temu kembali informasi di perpustakaan, penulis mengambil sampel dari beberapa pemustaka untuk dimintai pendapatnya akan STKI di perpustakaan.

III. PEMBAHASAN
Mengolah dan mengintegrasikan koleki dengan STKI di perpustakaan adalah tugas dari seorang Pustakawan. Dalam hal ini Pustakawan bertindak sebagai penghubung atau jembatan antara pengunjung perpustakaan dengan koleksi perpustakaan karena umumnya pustakawan tersebut biasanya mengenal baik pengguna perpustakaan maupun koleksi perpustakaan. Akan tetapi dalam suatu perpustakaan yang besar, maka peran pustakawan dalam hal ini tidak bisa mengcover segala kebutuhan dan permintaan dari setiap user. Maka diperlukan suatu alat bantu untuk mengcover semua kebutuhan pemustaka dalam hal penemuan kembali informasi. Dan sarana pembantu itu terangkum dalam bahasa indeks yang diantaranya berbentuk katalog, baik kartu maupun online.
Indeks merupakan bagian kegiatan pengorganisasian informasi berkaitan dengan suatu bidang ilmu pengetahuan agar dapat diakses uleh ‘user’ atau pemakai (Sri Ati Suwanto, 2007: 4). Alat bantu penemuan kembali informasi salah satunya adalah katalog. Katalog perpustakaan memiliki bentuk fisik yang bermacam-macam, yaitu sebagai berikut (Syihabudin Qalyubi, 2007: 135-137) :
1. Katalog Kartu (Card Catalog)
Katalog ini sudah digunakan lebih dari seratus tahun yang lalu, yang hingga kini masih digunakan diperpustakaan yang masih menganut sistem manual. Berukuran 3 x 5 inci yang memuat satu keterangan tentang satu judul bahan pustaka. Kelebihannya adalah awet, fleksibel, ringkas, dapat diakses langsung, tersedia lebih dari satu pendekatan, dan pastinya ekonomis.
2. Katalog Berkas (Sheaf Catalog)
Dibuat dari kertas manila berwarna putih dengan ukuran 10 x 20 cm dan dijilid menjadi satu dengan benang. Satu jilid berisikan 50 buah berkas.
3. Katalog Cetak atau Katalog Buku (Printed Catalog)
Berupa daftar judul-judul bahan pustaka yang ditulis atau dicetak paada lembaran-lembaran yang berbentuk buku. Katalog ini kurang fleksibel, karena penyisipan dan pengeluaran entri katalog sulit untuk dilakukan.
4. Katalog COM (Computer Output Microform)
Dibuat dalam bentuk mikrofilm atau mikrofis dan tak ayal membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatannya. Selain itu diperlukan microreader untuk menggunakan alat ini. Dengan banyaknya kelemahan yang dimiliki katalog ini, menjadikan banyak perpustakaan yang tidak menggunakannya.
5. Katalog OPAC (Online Public Access Catalog)
OPAC merupakan bentuk katalog yang sangat digandrungi oleh sebagian besar perpustakaan-perpustakaan pada saat sekarang. Dengan menggunakan softwere tertentu yang tidak terlalu rumit dalam pemakaiannya serta sedang maraknya diterapkan otomasi perpustakaan maka tak heran katalog ini banyak digunakan. Katalog ini bersifat online, jadi dapat diakses dimana saja. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh OPAC yaitu mudah dan cepat diakses, penelusuran dapat dikerjakan bersama-sama sehingga tanpa saling mengganggu, penelusuran dapat digunakan dengan menginput kata kunci dengan memanfaatkan penelusuran Boolean Logic, entri yang dimasukkan tidak terbatas serta tidak membutuhkan banyak ruang karena terkumpul dalam satu tempat yaitu komputer.
6. Katalog CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory)
Sejak awal tahun 90-an penggunaan CD-ROM diperpustakaan berkembang pesat hingga saat sekarang, dikarenakan lebih efesien dan lebih murah, karena satu CD-ROM dapat memuat 300.000 halaman.

Dari sekian banyak bentuk katalog yang ada, yang banyak digunakan diperpustakaan-perpustakaan adalah OPAC, (Online Public Access Catalog), mengingat dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan dengan keefesienannya, membuat banyak perpustakaan beralih kepada katalog online ini, walaupun masih banyak pula perpustakaan-perpustakaan yang masih menggunakan katalog kartu.
Dari hasil interview terhadap beberapa sampel yang diambil dari mahasiswa UGM dan UIN Sunan Kalijaga, kebanyakan dari mereka berpendapat bahwasannya mereka yang sering ke perpustakaan lebih menyukai mencari koleksi dengan bantuan OPAC, sedangkan mahasiswa yang jarang ke perpustakaan mereka lebih memilih langsung untuk mencari buku di rak. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu :
1. Mahasiswa yang sering ke perpustakaan, cenderung lebih faham akan sistematika peminjaman koleksi yang lebih efektif dan efesien. Sedangkan Bagi mahasiswa yang jarang berkunjung ke perpustakaan mengalami hal sebaliknya.
2. Ada juga sebagian pemustaka yang memilih langsung ke rak, karena mereka sudah tahu keberadaan koleksi tersebut.
3. Kebanyakan dari mahasiswa sering mendapatkan kendala dalam penemuan kembali informasi dengan sarana OPAC, diantaranya adalah ketidak sesuaian antara bahan pustaka dan informasi yang dibutuhkan.
4. Sebagian besar dari mereka sepakat akan pentingnya sarana temu kembali informasi yang berbentuk OPAC. Disamping memberikan representasi dari deskripsi buku, juga memudahkan mereka dalam menemukan koleksi diperpustakaan. Terlebih dalam perpustakaan yang berskala besar.
5. Dalam penggunaan bahasa indeks yang terangkum dalam katalog online sudah banyak difahami, tapi terkadang mereka sering mendapatkan kebingungan akan letak dan kode buku tersebut. Hal ini karena kurang pahamnya pemustaka dengan pemetaan koleksi yang ada diperpustakaan.
6. Pemustaka enggan bertanya kepada pustakawan, dikarenakan kurang ramahnya sikap dari pustakawan tersebut.
7. Sering terjadi ketidaksesuaian konteks kalimat atau kosa kata dalam bahasa indeks yang terdapat pada Katalog manual maupun Online (OPAC) sehingga banyak penelusuran informasi yang tidak bisa ditemukan.
Dari perumusan hasil tersebut, maka perlu dievaluasi kembali sistem temu kembali yang sesuai dengan kondisi pemustaka sehingga dapat meningkatkan kualitas pencarian bahan pustaka diperpustakaan.
Dengan demikian penulis memberikan rekomendasi yang kiranya dapat diaplikasikan di lapangan. Yaitu sebagai berikut:
1. Pemanfaatan dan sosialisasi bahasa indeks harus terus diupayakan oleh pustakawan kepada penelusur maupun pemustaka sehingga pelayanan dan kualitas pencarian di perpustakaan dapat mengalami kemajuan.
2. Perlu diadakan sosialisasi secara berkelanjutan terhadap pemanfaatan Katalog baik online(OPAC) atau manual sebagai sarana temu kembali terlebih pada sosialisasi pemanfaatan pengguna formulasi logika Boolean dalam penelusuran.
3. Perlu peningkatan peran intermediary dari petugas dalam proses temu kembali informasi dengan peningkatan skil masing-masing pegawai dalam penggunaan system informasi yang ada dan peningkatan performa dan sikap layanan.
4. Perlu diangkat pembenahan data base dan control vocabulary dalam tahapan input sehingga meningkatnya keterpeliharaan term dan istilah subyek, standarisasi transliterasi dan penulisan ejaan, peningkatan sarana terminal akses OPAC bagi pengguna.
IV. PENUTUP
Sarana temu kembali informasi sangat penting dalam kegiatan penelusuran informasi di perpustakaan. salah satu sarana atau alat pembantu dari temu kembali informasi adalah katalog, katalogpun banyak bentuknya mulai dari kartu, microfilm, CD, hingga kini yang sering digunakan yaitu Katalog Online. yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sebagai sarana temu kembali informasi di perpustakaan. Adapun mekanisme dalam prakteknya perlu dikembangkan dan diperbaiki. Mulai dari penyusunan kembali bahasa ilmiah dan bahasa indeks nya, struktur kosa kata, dan lain sebagainya sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang ada dalam temu kembali informasi diperpustakaan. Kemudian diharapkan mampu memecahkan permasalahan sebagai sarana temu kembali yang tepat untuk perpustakaan dan pemustakanya dalam pencarian informasi maupun data di perpustakaan dari sekian banyak sarana temu kembali yang ditawarkan dan terus berkembang dari waktu ke waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar