Abstrak
Perpustakaan
merupakan organisasi yang berkembang, seperti apa yang menjadi salah satu hukum
perpustakaan menurut Shiyali Rammamrita Rangathan, Library is the growing organism yang berarti perpustakaan adalah
organisasi yang berkembang. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi,
perpustakaan dituntut untuk lebih dinamis, cepat, dan akurat. Hal ini dilakukan
agar keeksistensian perpustakaan di era gadget ini bisa dipertahankan di tengah
maraknya penyedia informasi yang lebih canggih yang menjadi kompetitor bagi
perpustakaan. Untuk itu, perpustakaan harus berevolusi menjadi penyedia
informasi yang ideal bagi pemustaka. Agar menjadi penyedia informasi yang
ideal, maka perpustakaan terlebih dahulu harus mampu mengidentifikasi
karakteristik dari pemustaka. Saat ini pemustaka dibagi menjadi 3 generasi,
yaitu generasi baby boomer, generasi x, dan generasi y atau generasi millenia.
Terkait dengan generasi – generasi tersebut, terdapat generasi yang melek
teknologi kurang baik, dan generasi melek teknologi dengan baik. Untuk
mengakomodir kebutuhan dari berbagai macam generasi tersebut, maka Library 2.0
menjadi solusinya. Dengan mengadopsi konsep Web 2.0 yang merupakan generasi web
ke dua, perpustakaan diharapkan mampu mengangkat reputasinya di tengah berbagai isu miring yang acapkali
masih menghinggapi profesi pustakawan. Library 2.0 membuka kesempatan bagi
semua orang untuk lebih banyak berbagi dan turut mengambil peran dalam
pembangunan literasi masyarakat.
Kata
Kunci : Generasi baby boomer, generasi X, Generasi Y, Generasi Melenia, Web
2.0, Library 2.0.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan perpustakaan dari masa ke masa mengalami revolusi yang
signifikan. Ketika informasi dikemas dalam media simpan kulit hewan,
perpustakaanpun mengelola berbagai informasi dengan kulit hewan. Ketika
informasi dikemas dalam media simpan kertas, perpustakaanpun mengelola koleksi
tercetak dalam bentuk kertas. Setelah itu koleksi perpustakaan beranjak ke era
penyimpanan digital, seperti kaset, VCD, DVD, Video, E-Book, dan koleksi
digital lainnya yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi
informasi. Saat ini banyak perpustakaan yang sudah mampu mengintegrasikan
kegiatan layanan di perpustakaan dengan teknologi informasi. Hal ini terjadi
seiring dengan meningkatnya kebutuhan pemustaka terhadap informasi, serta
tuntutan pengguna agar perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi mampu
menyediakan layanan informasi dengan mudah dan cepat.
Dalam pengintegrasian teknologi di perpustakaan terus mengalami
perkembangan. Perpustakaan tidak cukup jika hanya menggunakan aplikasi CDS/ISIS
dalam mengelola koleksinya. Seiring perkembangan tren otomasi perpustakaan,
saat ini banyak perpustakaan yang menggunakan aplikasi berbasis web yang
memungkinkan adanya katalog online, aplikasi perpustakaan digital, dan aplikasi
otomasi yang memudahkan kinerja perpustakaan.
Perpustakaan memang harus megikuti perkembangan teknologi dan
menyesuaikan dengan dinamika masyarakat, agar eksistensi dari perpustakaan yang
memang ditujukan untuk masyarakat dapat terjaga. Apabila perpustakaan bersikap
stagnan dan tidak beranjak dari tempatnya, maka masyarakat akan berpindah
kepada penyedia informasi lain yang lebih cepat dan akurat. Dengan perkembangan
teknologi memberikan ancaman dan tantangan bagi perpustakaan karena akan muncul
berbagai penyedia informasi yang akan menjadi pesaing dari perpustakaan.
Namun yang juga harus diperhatikan perpustakaan, yaitu memahami
perilaku dan karakteristik pengguna. Perpustakaan tidak serta merta merta begitu
saja menerapkan berbagai teknologi canggih di perpustakaan tanpa memperhatikan
karakteristik dari setiap elemen masyarakat. Perpustakaan harus mampu
mengidentifikasi berbagai jenis kemampuan masyarakatnya terutama dalam hal
literasi teknologi, karena perpustakaan bersifat universal, maka penggunanya pun sangat beragam, baik yang berasal
dari generasi tua maupun generasi muda.
Apabila perpustakaan sudah mampu mengidentifikasi karakteristik
pemustakanya, diharapkan perpustakaan mampu menjelma sebagai lembaga penyedia
informasi yang ideal yang mampu mengerti dan memahami penggunanya. Untuk itu,
sebelum membahas lebih jauh, di dalam makalah ini akan dibahas terlebih dahulu
mengenai karakteristik dari pengguna perpustakaan dilihat dari generasinya.
1.2 Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a.
Bagaimanakah
karakteristik perilaku pengguna perpustakaan dilihat dari generasinya?
b.
Bagaimanakah
perpustakaan menjelma menjadi penyedia informasi yang ideal?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik
Pengguna Perpustakaan
Apabila seseorang ingin menjual produk yang dimilikinya, maka ia
harus mengetahui target pasarnya agar produk yang ia jual laris manis
dipasaran. Pun demikian hal nya dengan perpustakaan, apabila produk
perpustakaan ingin laris dan dibutuhkan pengguna, maka perpustakaan harus
mengetahui karakteristik dari penggunanya. Menurut Hakim (2010:2) Karakteristik
pengguna perpustakaan yang akan berimplikasi terhadap kebutuhannya akan layanan
perpustakaan dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Tentu saja pengguna yang
berusia 50 tahun akan berbeda kebutuhan informasinya dengan pengguna yang
berusia 20 tahun.
Berdasarkan usianya, saat ini pengguna perpustakaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga generasi. Ketiga generasi tersebut adalah generasi
baby boomer, generasi X dan generasi Y. Generasi baby boomer merupakan generasi
yang terlahir dari periode 1946 sampai 1962. Setelah itu muncul generasi X yang
terlahir dalam kurun waktu 1963 sampai dengan 1982. Generasi Y yang terlahir antara
periode 1983 sampai dengan 2000. Generasi Y yang terlahir diawal tahun
2000-an disebut generasi melenia
(Kadiman, 2009:1).
Secara otomatis, dengan berbagaimacam pengguna perpustakaan di
atas, maka berbagai macam pula karakeristik yang dimilikinya. Karakteristik
yang dimaksud adalah meliputi budaya, sosial, serta kebutuhan informasinya.
Pada generasi baby boomer teknologi belum berkembang pesat, hal ini menyebabkan
generasi yang terahir pada masa ini mengalami kekuarangan dalam hal literasi
teknologi. Generasi X yang lahir antara tahun 1963 sampai dengan 1982, sudah
mengalami peningkatan dalam melek teknologi. Pada generasi ini pula personal computer sudah muncul, akan
tetapi belum terjadi ledakan informasi belum terjadi. Pengguna hanya
menggunakan komputer sebagai media informasi, itu pun masih belum banyak.
Terakhir adalah generasi Y atau generasi melenia atau yang
berstatus sebagai generasi muda saat ini. Generasi ini terlahir sesudah
berkembangnya teknologi informasi. Perkembangan TI-nya pun sangat pesat. Dalam
masa ini sudah muncul mobile technology, seperti telepon genggam, laptop,
I-Pad, dan sebagainya. Generasi ini memang yang menjadi tantangan terbesar dari
perpstakaan, karena pada generasi ini sangat menyukai sesuatu hal yang instan,
cepat, namun kurang memperhatikan bobot dan kualitas dalam informasinya. Generasi
ini cenderung menggunakan teknologi dalam segala hal. Terutama pencarian
informasi yang dibutuhkan. Sebagian besar generasi ini memanfaatkan internet
dengan surfing, browsing, maupun searching melalui dunia maya.
Dengan beragamnya karakteristik pemustaka dan sebagian besar
pengguna perpustakaan adalah mereka yang terlahir pada generasi melenia, maka
sebagai solusi yang bisa ditawarkan adalah penerapan teknologi perpustakaan berbasis
web dan dipadukan pula dengan manajemen perpustakaan yang berbasis
konvensional, sehingga dapat pula disebut dengan istilah Hibrid Library (Perpustakaan Hibrida) karena perpustakaan ini
menghimpun koleksi dalam bentuk digital dan bentuk tercetak (Pendit, 2008 :
239). Namun, penerapan perpustakaan Hibrida dengan dipadukan teknologi berbasis
web masih belum cukup memenuhi kebutuhan dari pemustaka yang masuk kedalam
kelompok generasi Y atau melenia. Dengan demikian ditawarkan kembali konsep Library 2.0 yang menggunakan teknologi
berbasis web serta memadukannya dengan konsep konvensional, sehingga dharapkan
mampu menyesuaikan terdahap dinamika kelompok yang beragam yang ada di
masyarakat.
2.2 Web 2.0
Sebelum
membahas library 2.0 atau
perpustakaan 2.0, perlu diketahui bahwa istilah library 2.0 berawal dari
konsep web 2.0. Konsep web 2.0 merupakan generasi kedua dari World Web Wide atau www (Heriyanto, 2007
: v). Web 2.0 atau parcipatory Web menggambarkan bagaimana teknologi www
dimanfaatkan oleh aplikasi-aplikasi yang berkembang saat ini untuk
berkolaborasi dengan para penggunanya dari seluruh penjuru dunia. Aplikasi yang
memungkinkan itu adalah blog dan wiki. Dua aplikasi itu digunakan pengguna
untuk berkontribusi terhadap isi website
lain sehingga terjalin komunikasi yang interaktif diantara pengguna.
Pada tahun 2004, Tim
O’Reilly memprakarsai sebuah seminar dengan menggunakan nama Web 2.0. Menurut Paul Graham (dalam
Sudarsono, 2009), nama 2.0 muncul dari sebuah brainstorming untuk memberi nama konferensi tentang Web yang baru. Pada sesi pertemuan berikutnya Tim O’Reilly
mencoba mendefinisikan ulang Web 2.0.
Batasan yang muncul adalah beberapa kriteria sebagai berikut:
1.
Web 2.0
menggunakan jaringan sebagai landasan kerja yang menjangkau semua perlatan
terkoneksi.
2.
Penerapan Web
2.0 memanfaatkan keunggulan hakiki landasan kerja tersebut.
3.
Menyediakan
piranti lunak yang secara terus - menerus diperbaiki karena semakin banyak
pengguna yang berpartisipasi dalam upaya itu.
4.
Memakai dan
memadukan data dari beragam sumber termasuk dari setiap individu pemakai.
5.
Menyediakan
data dan jasa dalam format yang mungkin
dipadukan oleh pihak lain.
6.
Menciptakan
keunggulan jaringan dengan memakai arsitektur yang cocok untuk partisipasi
berbagai pihak.
7.
Melebihi
kemampuan Web 1.0 karena diperkaya oleh pengalaman para pengguna.
Kriteria di atas menunjuk pada dua hal yang
saling mendukung dan menguatkan, yaitu sisi teknologi dan sisi hubungan manusia
dalam bentuk partisipasi. Sisi teknologi diwakili oleh kelompok perangkat
seperti Blog, wikis, podcast, RSS, feeds,
dan lain - lain. Sedangkan sisi sosial diwakili dengan tebentuknya jejaring
sosial (Sudarsono, 2009:3).
2.3 Library 2.0
Menurut Nugraha (2012:4), Library
2.0 adalah model perpustakaan yang layanannya beriorientasi kepada user/patron, kolaborasi antara
pustakawan-user,
pustakawan-pustakawan dan melibatkan penerapan teknologi web 2.0 pada sistem informasi
dan website perpustakaan.
Penerapan
Library 2.0 tidak mengubah
perpustakaan, hanya saja menambahkan fitur yang ada diperpustakaan, sehingga
dapat dibuatkan sekema sebagai berikut :
|
Dalam
sebuah teori, setidaknya sarat perpustakaan dapat dikatakan sebagai Library 2.0 setidaknya mempunyai 4
elemen penting, (Mannes, 2006 : 2) yaitu :
1. Terpusat
pada pengguna
2. Menyediakan
sebuah layanan multimedia
3. Kaya
secara sosial
4. Inovatif
secara bersama-sama
Elemen
terpusat pada pengguna dimaksudkan bahwa pengguna memiliki peran penting dalam
konsep pengelolaan perpustakaan, pengguna tidak hanya menempati posisi sebagai
objek layanan, akan tetapi juga sebagai subyek layanan (Hari, 2010 :3). Salah
satu contoh untuk menerapkan elemen pertama adalah dengan mengimplementasikan
sistem informasi perpustakaan berbasis Web
dan mempunyai fasilitas katalog online atau sering disebut dengan Online
Public Access Catalog (OPAC). Didalam OPAC dimungkinkan pengguna dapat
memberikan tagging dan komentar
terhadap suatu koleksi di perpustakaan, sehingga pemustaka yang lain dapat
mengetahui kemanfaatan suatu koleksi sebelum ia baca. Hal ini juga bisa
dijadikan tahap evaluasi bagi pustakawan untuk menilai sebera besar pemanfaatan
koleksi di perpustakaan. Elemen kedua, yaitu menyediakan koleksi audio video
yang dimiliki perpustakaan. Aplikasi dan portal perpustakaan menawarkan
informasi multimedia, bukan hanya tekstual saja. Teknologi flash dan HTML5 bisa
digunakan untuk mendistribusikan konten multimedia (Nugraha, 2012:6). Elemen
ketiga adalah kekayaan sosial. Web 2.0 melahirkan social networking atau jejaring sosial. Sarana blog, wiki,
facebook, chatting, twitter dan jejaring sosial lainnya dapat dimanfaatkan
sebagai media komunikasi antara pustakawan dengan pustakawan, pustakawan dengan
user, maupun user dengan user. Komunikasi ini bisa dilakukan
dengan cara yang lebih akrab dan friendly.
Elemen keempat adalah inovatif secara bersama – sama, maksudnya adalah
perpustakaan melakukan perubahan ssecara berkelanjutan dan yang terpenting
adalah melibatkan individual serta komunitas. Hal ini bisa diwujudkan dengan
pembuatan forum diskusi atau buku tamu yang memungkinkan pengguna memberikan
masuka atau ide terkait dengan perkembangan perpustakaan.
Dengan
adanya konsep Library 2.0 ini akan
mampu memenuhi berbagai kebutuhan dari generasi – generasi yang mengakses
perpustakaan. Telah dijelaskan diatas, bahwa dengan konsep Library 2.0 tidak serta merta merubah pelayanan dari perpustakaan,
namun dengan penerapan konsep ini justru menambah fitur – fitur layanan yang
ada diperpustakaan, sehingga generasi yang memang literasi teknologinya belum
bagus dapat memanfaatkan pelayanan perpustakaan secara umum, dan bagi mereka
generasi melenia atau generasi Y dapat mengakses layanan diperpustakaan dengan
cepat dan akurat melalui web perpustakaan tanpa batas ruang dan waktu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan,
untuk mencapai pelayanan perpustakaan yang ideal, maka perpustakaan harus mengetahui
karakteristik penggunanya terlebih dahulu. Kaarakteristik pengguna dilihat dari
aspek usia saat ini dikelompokkan menjadi tiga generasi, yaitu generasi baby
boomer, generasi X, generasi Y atau generasi Melenia. Setiap generasi mempunyai
masing – masing karakteristik yang berbeda, pun demikian dengan kebutuhan
informasi yang mereka perlukan. Di sini perpustakaan harus mampu membaca
dinamika masyarakat pengguna agar keeksistensian perpustakaan terus terjaga dan
menghapuskan isu – isu miring terkait dengan profesi pustakawan.
Library 2.0 merupakan solusi cerdas yang bisa
diterapkan di perpustakaan – perpustakaan terutama perpustakaan yang sebagain
besar penggunanya adalah terlahir dari generasi Y atau Melenia. Dalam konsep
ini, tidak serta merta mengubah perpustakaan, akan tetapi justru menambahkan
apa yang belum ada di perpustakaan khususnya yang bersifat konvensional.
Library 2.0 menawarkan konsep dengan memanfaatkan teknologi Web 2.0, dimana
dengan konsep ini memiliki karakteristik berorientasi terhadap pengguna,
terdapat layanan multimedia, kaya secara sosial dan bersifat inovatif secara
bersama – sama. Dengan diterapkan konsep ini juga akan menghasilkan perpustakaan yang dinamis,
interaktif, bersahabat, dan dekat dengan pengguna, sehingga pengguna merasa
nyaman dan terjamin bila menggunakan fasilitas perpustakaan sebagai lembaga
penyedia informasi.
3.2
Rekomendasi
Untuk mewujudkan
perpustakaan dengan konsep Library 2.0, maka penulis dapat memberikan
rekomendasi sebagai berikut :
1.
Memiliki website dan sistem informasi
perpustakaan yang bisa diakses oleh publik pada jaringan internet. Bisa juga
memanfaatkan Content Management System (CMS) untuk membangun website yang
dinamis. Untuk mesin pembuat website penulis merekomendasikan Joomla, karena
aplikasi ini memiliki banyak komponen untuk pengembangan Library 2.0.
2.
Menambah dan
meningkatkan kualitas serta kuantitas koleksi, baik tercetak maupun digital.
3.
Menggunakan
aplikasi open source dan open software. Implementasi aplikasi Open Source
sangat disarankan, karena keterbukaan kode program yang memungkinkan
perpustakaan dapat memodifikasi dan menambahkan fitur sesuai apa yang mereka
inginkan tanpa harus bergantung terhadap vendor aplikasi tertentu.
4.
Memanfaatkan sarana jejaring sosial seperti
facebook, twitter, blog, wiki, dan sebagainya sebagai media komunikasi antar
pustakawan dan pemustaka.
5.
Sumber daya
manusia yang handal dan concern terhadap perkembangan TI di perpustakaan.
6.
Pustakawan yang
cakap dalam berkomunikasi, supel dan memahami karakteristik masyarakat.
7.
Insfrastruktur
TI dan sistem informasi perpustakaan yang memadai serta dapat di akses melalui
media internet.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim, Heri Abi Burachman. 2010. Perpustakaan Hibrida Berbasis Web 2.0 :
Format perpustakaan di era milenium. Visi Pustaka Volume 12. Terdapat pada http://isjd.pdii.lipi.go.id/. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2012.
Heriyanto,
Aloysius. 2007. Aplikasi Web 2.0 Terkini
& Terpopuler. Yogyakarta : Andi.
Kusmayanto, Kadiman. 2009. Kampanye Digital Jurus Pamungkas Pemasaran. Tersedia pada http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=3946. Diakses pada tanggal 1 januari 2013.
Maness, Jack M. 2006. Teori Library 2.0:Web 2.0 dan dampaknya terhadap perpustakaan.
Tersedia pada http://www.webblogy.ir/2006/v3n2/a25.html. diakses pada tanggal 28 Oktober 2012.
Nugraha, Arie. 2012. Library 2.0 dan pergeseran layanan perpustakaan. (Makalah).
Disampaikan pada International Conference: Making You Know. Jakarta : Jurusan
Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia.
Pendit, Putu Laxman. 2008. Perpustakaan Digital : Dari A sampai Z. Jakarta : Citra Karyakarsa
Mandiri.
R
Sudarsono, Blasius. 2009. Menerapkan konsep Perpustakaan 2.0. (Makalah). Disampaikan pada
Workshop Libray 2.0: Challenge and opportunities to Library management.
Semarang : Jurusan Ilmu Perpustakaan, Universitas Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar